Sejarah Kretek
- putramajujaya
- 8 Des 2021
- 2 menit membaca
Diperbarui: 25 Feb 2022
Dalam catatan Thomas Stamford Raffles, disebutkan bahwa pada sekitar 1600, rokok telah menjadi kebutuhan hidup kaum pribumi Indonesia, khususnya Jawa. Meskipun tembakau bukan tanaman asli di Jawa. Naskah Jawa, Babad Ing Sangkala (1601-1602), menyuratkan bahwa tembakau telah masuk ke Pulau Jawa bersama wafatnya Panembahan Senapati, pendiri Dinasti Mataram. Jika dikaji asal-usul bahasanya, terminologi ”rokok” sebenarnya berasal dari bahasa Belanda ”roken” yang artinya ”to smoke” (mengeluarkan asap). Tapi, terminologi ”tembakau” ternyata lebih dekat dengan bahasa Portugis ”tobaco” ketimbang dengan bahasa Belanda ”tabak”. Karena itulah sejarawan lebih sepakat menyebut Portugis sebagai pihak yang memperkenalkan tembakau ke Indonesia, sedangkan Belanda adalah yang memulai secara missal menanam tembakau di Jawa dan Sumatera.
Kisah kretek bermula dari kota Kudus. Tak jelas memang asal-usul yang akurat tentang rokok kretek. Menurut kisah yang hidup di kalangan para pekerja pabrik rokok, riwayat kretek bermula dari penemuan Haji Djamari pada kurun waktu sekitar akhir abad ke-19. Awalnya, penduduk asli Kudus ini merasa sakit pada bagian dada. Ia lalu mengoleskan minyak cengkeh. Setelah itu, sakitnya pun reda. Djamari lantas bereksperimen merajang cengkeh dan mencampurnya dengan tembakau untuk dilinting menjadi rokok. (sebagaimana disunting oleh Sander L. Gilman and Zhou Xun Smoke: a global history of smoking, 2004)
Kala itu melinting rokok sudah menjadi kebiasaan kaum pria. Djamari melakukan modifikasi dengan mencampur cengkeh. Setelah rutin menghisap rokok ciptaannya, Djamari merasa sakitnya hilang. Ia mewartakan penemuan ini kepada kerabat dekatnya. Berita ini pun menyebar cepat. Permintaan “rokok obat” ini pun mengalir. Djamari melayani banyak permintaan rokok cengkeh. Lantaran ketika dihisap, cengkeh yang terbakar mengeluarkan bunyi “keretek”, maka rokok temuan Djamari ini dikenal dengan “rokok kretek”. Awalnya, kretek ini dibungkus klobot atau daun jagung kering. Dijual per ikat dimana setiap ikat terdiri dari 10, tanpa selubung kemasan sama sekali. Rokok kretek pun kian dikenal. Konon Djamari meninggal pada 1890. Identitas dan asal-usulnya hingga kini masih samar. Hanya temuannya itu yang terus berkembang.
Sepuluh tahun kemudian, penemuan Djamari menjadi dagangan memikat di tangan Nitisemito, perintis industri rokok di Kudus. Bisnis rokok dimulai oleh Nitisemito pada 1906 dan pada 1908 usahanya resmi terdaftar dengan merek “Tjap Bal Tiga”. Bisa dikatakan langkah Nitisemito itu menjadi tonggak tumbuhnya industri rokok kretek di Indonesia. Dalam ranah sosial, kretek juga memiliki dimensi komunikatif yang kental. Dalam pola hubungan sosial masyarakat Indonesia, rokok sering kali menjadi simbol dari sapaan awal antar dua orang. Ia bagaikan jabatan tangan dalam suatu perkenalan atau pertemuan antar dua orang—menawarkan rokok kepada orang lain merupakan tradisi umum dalam suatu perjumpaan, dan menolaknya kadang menyebabkan seseroang tersinggung dan terasing dari komunitasnya. Sementara bagi si pengisap, rokok mampu memberikan perasaan ekstravaganza ketika seseorang sedang hening dalam kesendiriannya
Comments